Kamis, 26 Oktober 2017

MELURUSKAN AQIDAH KHILAFATUL MUSLIMIN




Menurut kader organisasi Khilafatul Muslimin bai'at yang benar itu hanya ditujukan kepada Kholifah bukan kepada Imaam sehingga para kader organisasi Khilafatul Muslimin  menyebut Pimpinannya dengan sebutan Kholifah yang dianggap sebagai pimpinan tertinggi di dalam kepemimpinan Muslimin yaitu "Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwwah", padahal baik Imaam atau Imaamul Muslimin (imaamnya kaum muslimin), Kholifah dan Amirul Mukminin itu maknanya sama saja,namun walaupun dijelaskan para kader organisasi Khilafatul Muslimin ini tidak dapat memahaminya dengan baik terkesan berputar-putar (bebal) ,mereka menganggap bahwa sebutan Imaam itu sifatnya umum seperti contoh Imam sholat, Imam rumah tangga dsb mereka tidak bisa membedakan mana Imam sholat, Imam rumah tangga dan mana Imaamul Muslimin (imaamnya kaum muslimin) mereka menganggap yang benar adalah Kholifah ! lalu kapan pimpinan organisasi Khilafatul Muslimin menjadi Kholifah ? Karena dalam  teks bai'at Khilafatul Muslimin disitu tidak menyebutkan Ust Abdul Qadir Hasan  Baraja sebagai Kholifah disitu hanya menyebut "Saya berbai’at kepada Allah dihadapan Ulil Amri yang bertanggung jawab dengan tulus ikhlas bla-bla-bla-bla dst"

Inilah teks bai'at organisasi Khilafatul Muslimin

Wallahi, demi Allah
saya berbai’at kepada Allah dihadapan Ulil Amri yang bertanggung jawab dengan tulus ikhlas bahwasanya:
1. Saya tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun jua.
2. Saya tidak akan mencuri, berzina, berjudi, berdusta dan mendustakan larangan-larangan Allah.
3. Saya siap sedia mendengar dan taat kepada perintah Allah, perintah Rasulullah dan perintah Ulil Amri saya kapanpun dan dimanapun.
4. Saya siap sedia berkorban apa saja dengan kemampuan saya demi tegaknya ajaran Allah dan Rasul-Nya.
5. Apabila ternyata dikemudian hari saya sengaja dan atau mengkhianati bai’at yang saya ucapkan ini, maka saya bersedia dan rela dituntut sepanjang keadilan hukum Islam.
Semoga Allah berkenan menerima bai’at saya ini dan memandaikan saya dalam melaksanakan tugas suci li i’la i kalimatillah serta mengampuni dan meridhoi saya.

Amin.

Allohu Akbar, Allohu Akbar, Allohu Akbar..

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِفَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَالْآخَرِ

“Dan barang siapa membai’at Imaam dengan berjabat tangan dan kesungguhan hati, maka haruslah ia mentaatinya semampunya. Maka jika datang orang lain akan merebutnya, maka pukullah leher orang tersebut.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/467, An-Nasai, Sunan An-Nasai VII/153-154. Lafadz Muslim)

Didalam Hadits diatas kenapa tidak menyebutkan kata Kholifah ? Justru menyebut kata Imaam (إِمَامًا) ? Itu artinya baik Imaam maupun Kholifah maknanya sama saja bahkan Rasulullah melarang merebut orang yang sedang mendapat amanah sebagai Imaam atau Kholifah, jangan menerima Hadits sebagian lantas mengingkari sebagian, seperti halnya kalimat ini yang tidak dapat sama:

تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ
“Tetaplah Engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka” (HR Bukhari Muslim)

Kenapa tidak pakai kalimat ini:
تَلْزَمُﺟَﻤَﺎﻋَﺔَ­ ﺍﻟﺨِﻠَﺎﻓَﺔ الْمُسْلِمِينََُ ﻭَﺧَﻠِﻔَﺘُﻬُﻢْ
"Tetaplah Engkau pada Jama'ah Khilafatul Muslimin dan Kholifah mereka" (HR Abdul Qadir Hasan Baraja)

Sebagai landasan aqidah Khilafatul Muslimin ? Para shahabat lebih faham tentang hal ini, oleh karena itu para shahabat tidak membuat nama Jama'ah dengan nama KHILAFATUL MUSLIMIN melainkan menetapi JAMA'AH MUSLIMIN sebagaimana yang diarahkan dan diwasiatkan oleh  Rasulullah, Untuk masalah nama "Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwwah" saya pribadi sepakat,tapi untuk nama Khilafatul Muslimin saya TIDAK SEPAKAT karena TIDAK ada dalilnya ! Dalilnya adalah dalil rekayasa hasil logika !

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻓِﻰ ﺃَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨْﻪُ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

Kembali kepada bai'at organisasi Khilafatul Muslimin ternyata mereka berbai'at kepada Allah bukan kepada Ust Abdul Qadir Hasan Baraja yang mereka anggap Kholifah, kemudian bai'atnya tidak diawali dengan membaca basmalah dan membaca dua kalimah syahadat hanya diakhiri dengan takbir padahal segala sesuatu harus diawali dengan membaca basmalah apalagi ini perkara yang bukan main-main, apakah ini bai'at yang sesuai dengan sunnah ? Apakah teks bai'at para shahabat kepada Rasulullah seperti itu ? Sedangkan bai'at/janji atau ijab qabul pernikahan,pelantikan/sumpah jabatan saja mengucap lafaz basmalah dan mengucap dua kalimah syahadat bagi yang beragama Islam, Ini bai'at apa namanya ? Bai'atul Imaroh atau Imaamah saja tidak ada mengaku sebagai Kholifah, memang nya Kholifah ketoprak ?

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا

“Apabila dibai’at dua khalifah (dalam satu masa), maka bunuhlah yang lain dari keduanya. (yaitu yang terakhir).” (HR. Muslim dari Abi Sa’id Al Khudri, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/137)

Bai'at organisasi Khilafatul Muslimin ditujukan kepada Allah bukan ditujukan kepada Ust Abdul Qadir Hasan, sementara didalam Hadits apabila dibai'at dua orang Kholifah maka bunuhlah yang terakhir,apa mungkin Allah itu ada dua ?

Bai’at menurut bahasa adalah “janji” (Muhithul Muhith:I/64). Adapun menurut istilah adalah “Mengikat janji atas sesuatu seraya berjabatan tangan sebagai tanda kesempurnaan perjanjian tersebut dan keikhlasannya. Bai’at pada periode pertama Islam yang ketika itu mereka membai’at Kholifah dengan memegang tangan orang yang mereka serahi kekhilafahan, sebagai tanda penerimaan mereka kepadanya dan sebagai janji untuk mentaatinya dan menerima kepemimpinannya.” (Muhithul Muhith I/64) Bai’at (janji) adalah salah satu hukum syar’i yang berkaitan dengan kepemimpinan, sedangkan bentuk perjanjian yang lain, dalam islam tidaklah dipergunakan istilah bai’at. Bai’at terbagi menjadi dua, yaitu bai’at in’iqadh atau bai'atul imaroh/imaamah dan bai’at tha’at. Bai’at in’iqadh atau bai'atul imaroh/imaamah merupakan syarat sah seseorang menjadi Kholifah. Bai’at ini hukumnya adalah fardhu kifayah, bukan fardhu ‘ain. Ini didasarkan pada ijma’ shahabat, dimana ketika peristiwa di Tsaqifah Bani Sa'adah, yang membai’at Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah hanya ahlul halli wal aqdi bukan seluruh kaum Muslimin.
Bai’at tha’at adalah bai’at (janji) dari kaum Muslimin yang ditujukan kepada seorang Kholifah yang telah diangkat berdasarkan syari'at bai'atul imaroh/Imaamah, untuk senantiasa mendengar dan tha’at di bawah kepemimpinannya. Bai’at tha’at ini hukumnya adalah fardhu ‘ain atas seluruh kaum Muslimin.

Macam bai'at dimasa Rasulullah bai’at Aqobah ke-1 dan ke-2 (bai’atun nisa), bai’atul jihad (perang), bai’atur Ridlwan, dan bai’at ‘ala at Thaat. Apa perbedaan bai’at pada zaman Rasulullah dengan bai’at mengangkat Kholifah ? Bai’at pada zaman Rasul kepada Rasulullah, Bai’at Khilafah membai’at seorang kholifah (Imaam) disebut juga Bai’atul Imaaroh (Membai’at seorang Amir).

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

 إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَأَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَاعَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا {الفتح:10}

“Sesungguhnya orang-orang yang berbai’at kepadamu sesungguhnya mereka berbai'at kepada Allah, tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang mengingkari bai’atnya niscaya akibat pelanggarannya akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa yang menepati bai’atnya, maka Allah akan memberikan pahala yang besar.” (QS.Al Fath:10)

Ubadah bin Shomit Radliallahu ‘anhu berkata:

 بَايَعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَىالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ اْلأَمْرَأَهْلَهُ وَأَنْ نَقُومَ أَوْ نَقُولَ بِالْحَقِّ حَيْثُمَا كُنَّالاَ نَخَافُ فِياللَّهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ

“Kami berbai’at kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendengar dan taat, baik dalam keadaan semangat ataupun lemah (berat), dan untuk tidak menentang perintah kepada ahlinya serta untuk menegakkan (kebenaran) atau berkata dengan benar di manapun kami berada, tidak takut dalam membela agama Allah dari celaan orang-orang yang mencelanya.” (HR. Al Bukhari dari Ubadah bin Shamit, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/96, Muslim, Shahih Muslim: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/202, An-Nasai, Sunan An-Nasai VII/137-138. Lafadz Al-Bukhari)

Dalam Ayat dan Hadits di atas menjelaskan bahwa  Sesungguhnya orang-orang yang berbai’at kepadamu sesungguhnya mereka berbai'at kepada Allah, tangan Allah di atas tangan mereka, Jadi bai'at itu BUKAN ditujukan kepada Allah langsung ! "Saya berbai'at kepada Allah dihadapan Ulil Amri yang bertanggung jawab" Ulil Amrinya saja belum jadi Kholifah ? para shahabat saja berbai’at kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendengar dan taat BUKAN ditujukan kepada Allah langsung, walaupun bai'atnya para shahabat itu ditujukan kepada Rasulullah namun HAKIKATNYA bai'at itu kepada Allah,Rasulullah hanya menerima sebagai saksi atas ikrar bai'atnya para shahabat. Begitu juga bai'at kepada Imaam atau Khalifah yang diserahi kepemimpinan HAKIKATNYA bai'at itu tetap kepada Allah.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنْ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّلَهُمْ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَوَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ واْلإِنْجِيْلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْأَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنْ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمْ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِوَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ{التوبة :111}

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang orang mu’min diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi ) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati bai'at nya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Tau bah:111)

Hadanallah Wa'iyyakum Ajma'in

--Wallahu 'alam bisshowab--

By: Mujahid Hizbullah

Senin, 16 Oktober 2017

SEBUTAN KHOLIFAH MENGGANTIKAN KEDUDUKAN SIAPA ?


IMAROH/KEPEMIMPINAN

Imaam, Khalifah, Amirul Mu’minin

1. Ma’na menurut Bahasa

Menurut bahasa “IMAAM” adalah: “Seorang pemimpin atau lainnya yang diikuti baik laki-laki maupun perempuan.” (Muhitul Muhit:I/16)

Sedang ma’na “KHOLIFAH” menurut bahasa adalah: “Seorang yang menggantikan kedudukan orang lain.” (Muhitul Muhit:I/250)

2. Ma’na menurut Istilah

“IMAAM” adalah: “Pengganti Rasul yang menegakkan Ad-dien (Islam).” (Muhitul Muhit:I/16)

“KHOLIFAH” adalah: “IMAAM" yang tidak ada di atasnya lagi seorang IMAAM.” (Muhitul Muhit:I/250)

“AMIRUL MU'MININ” adalah: “Gelar (laqob) bagi KHOLIFAH.” (Mu’jamul Washit:I/26)

IMAAM, KHOLIFAH, AMIRUL MU'MININ adalah kalimat sinonim (mengandung pengertian yang sama).

Sebutan KHOLIFAH  karena menggantikan kedudukan orang lain, seperti halnya Abu bakar Asshiddiq yang menggantikan kedudukan Rasulullah setelah wafat maka Abu bakar Asshiddiq disebut KHALIFATURASULULLAH  pengganti Rasulullah.

Begitu juga Allah ketika hendak menjadikan Adam KHOLIFAH sebagaimana yang terdapat dalam QS Al-baqarah ayat 30 dan begitu juga Daud yang terdapat dalam QS As-Sad ayat 26, Allah ~lah yang menjadikan mereka KHOLIFAH oleh karena itu Adam maupun Daud disebut  KHALIFATULLAH pengganti Allah atau waliyullah untuk mengurusi bumi,dan memberi keputusan diantara manusia, Allah Subhanahu WaTa 'ala berfirman:

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰٓئِكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ  قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَآءَ ۚ  وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَـكَ ۗ  قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. Mereka berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu? Dia berfirman, Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 30)

Allah Subhanahu WaTa 'ala berfirman:

يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ  ۗ  اِنَّ الَّذِيْنَ يَضِلُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌۢ بِمَا نَسُوْا يَوْمَ الْحِسَابِ

"(Allah berfirman), Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan." (QS. Sad 38: Ayat 26)

Abdul Qadir Hasan Baraja pimpinan organisasi khilafatul Muslimin termasuk Abu Bakar Al-Bagdady pimpinan Islamic State Of Iraq & Syam (ISIS) menyebut diri  KHOLIFAH/AMIRUL MU'MININ yang kemudian di Amini oleh pengikutnya, lantas Ust Abdul Qadir Hasan Baraja dan Abu Bakar Al-Bagdady menggantikan kedudukan siapa....? “KHOLIFAH” menurut bahasa adalah: “Seorang yang menggantikan kedudukan orang lain.” (Muhitul Muhit:I/250). Jika Abu bakar Asshiddiq disebut KHOLIFAH itu wajar karena menggantikan kedudukan Rasulullah, kemudian para shahabat seperti Umar bin Khattab kenapa disebut AMIRUL MU'MININ kenapa tidak disebut KHOLIFAH langsung ? kemudian Utsman bin Affan kenapa disebut AMIRUL MU'MININ kenapa tidak disebut KHOLIFAH ? Dan Ali bin Abi Tholib kenapa disebut IMAAM kenapa tidak disebut KHOLIFAH ?

Imaam/Khalifah/Amirul Mu'minin itu hakikatnya sama saja, NAMUN kita harus bisa menempatkan posisi sebutan/panggilan atau gelar kepada seseorang bukan semau kita memberi gelar KHOLIFAH.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ

“Dahulu bani Israil selalu dipimpin oleh para Nabi, setiap meninggal seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya, sesungguhnya setelahku ini tidak ada Nabi dan akan ada setelahku beberapa khalifah bahkan akan bertambah banyak, sahabat bertanya: ”Apa yang tuan perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab: ”Tepatilah bai’atmu pada yang pertama, maka untuk yang pertama dan berikan pada mereka haknya. Maka sesungguhnya Allah akan menanya mereka tentang hal apa yang diamanatkan dalam kepemimpinannya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/204. Lafadz Muslim)

--Wallahu 'alam bisshowwab--

By: Mujahid Hizbullah