Rabu, 23 Desember 2015

Abdul Qadir Hasan Baraja Pimpinan Toghut Akbar !!!



By: Mujahid Hizbullah

Artikel ini bukan bermaksud untuk mengghibah namun jika dianggap mengghibah kepada Allah saya mohon ampun,artikel ini untuk menjawab tuduhan dari Organisasi Parpol berseragam Khilafatul Muslimin yang dipimpin oleh Abdul Qadir Hasan Baraja yang mana anak buahnya selalu saja menuduh Wali Al Fattah (alm) sebagai antek taghut atau anshor taghut atau jongos taghut dan lain sebagainya sekalipun sudah dijelaskan namun otaknya tetap bebal hanya lantaran membaca buku biodata Wali Al Fattah dengan judul "Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwwah" cetakan pertama yang diterbitkan oleh Jama'ah Muslimin (Hizbullah) pada tahun 1990 yang kemudian buku tersebut disimpulkan menjadi sebuah dzon terhadap Wali Al Fattah yang mana beliau pernah maezah didepartemen pemerintahan era Sukarno sebagai biro politik, tuduhan keji senggaja diciptakan kepada Wali Al Fattah dengan stigma "TOGHUT" oleh Abdul Qadir Hasan Baraja yang kemudian diaminkan oleh para pengikutnya hanya untuk menolak bai'at yang pertama  yang sudah diamalkan oleh Jama'ah Muslimin (Hizbullah) sehingga keImaamahan atau kekhalifahan Jama'ah Muslimin (Hizbullah)  dianggap bathil.

Padahal sebelumnya Wali Al Fattah menolak dengan halus untuk menjadi Imaam sampai dua kali karena beliau merasa bukanlah orang yang berilmu namun karena didesak oleh sejumlah 'ulama ahli hadits pada zamannya akhirnya dengan terpaksa beliau menerimanya itupun dengan satu syarat apabila dikemudian hari ditemukan sudah ada yang lebih dulu mengamalkan sunnah Jama'ah Imaamah walau selisih satu jam beliau menyatakan siap menjadi ma'mum, akhirnya Wali Al Fattah dibai'at oleh sejumlah 'ulama, Jadi ke Imaamahan atau kekhalifahan Wali Al Fattah itu tidak berdiri sendiri melainkan banyak 'ulama yang menguatkannya,lalu bagaimana dengan Parpol berseragam Khilafatul Muslimin ? atas ijtihad siapa nama Khilafatul Muslimin ? 'ulama mana yang menguatkan dan membenarkannya ?

Lalu bagaimana jika seandainya Imaam Jama'ah Muslimin (Hizbullah) pada waktu itu bukan Wali Al Fattah apakah stigma toghut akan dimunculkan ? Tentu mungkin akan berbeda jika Imaam Jama'ah Muslimin (Hizbullah) pada waktu itu dari kalangan 'ulama tentu stigma yang dimunculkan adalah 'ulama SU'U. (ulama jahat) karena para penolak syari'at itu umumnya dari kaum muslimin hanya lantaran sosok figur bukan dilihat dari syari'at yang diamalkannya, adapun saya pribadi Mujahid Hizbullah iltizam dalam Jama'ah Muslimin (Hizbullah) bukan sosok figur (Wali Al Fattah) yang saya lihat melainkan syari'at yang beliau amalkan yang sesuai Al-Qur'an dan Sunnah,saya tidak mendewakan atau mengagungkan Wali Al Fattah sebagaimana Parpol berseragam mendewakan dan mengagungkan Abdul Qadir Hasan Baraja yang menurut pengikutnya aqidah beliau super pilih tanding bebas dari toghut.


Abdul Qadir Hasan Baraja adalah pimpinan TOGHUT AKBAR !!!

Kenapa saya penulis menyebut Abdul Qadir Hasan Baraja sebagai pimpinan toghut Akbar ? Mungkin artikel ini akan membuat sesak dada pengikut Parpol berseragam Khilafatul Muslimin yang awalnya selalu menuduh antek taghut dsb kepada Wali Al Fattah padahal sebelumnya sudah dijelaskan dengan banyak makalah baik blog resmi maupun blog pribadi akan tetapi selalu  saja bebal dalam menafsirkan akhirnya artikel ini saya buat sebagai jawaban sebenarnya siapa yang toghut ?

1.Beliau (Abdul Qadir Hasan Baraja) sudah membuat perkara baru dalam agama Islam dan satupun tidak ada dalil baik dari Al-Qur'an maupun Al-Hadits tentang nama syubhat KHILAFATUL MUSLIMIN, dan ketika ditanyakan oleh Ustdz Jama'ah Muslimin (Hizbullah) kepada Abdul Qadir Hasan Baraja beliau tidak dapat menjawabnya, jelas yang membuat perkara baru dalam agama Islam adalah BID'AH, dan sudah jelas ia adalah TOGHUT !

2.Seragam,KTA, logo dan atribut lainnya itu hanya ada dalam Parpol dan itu  adalah lambang ASHOBIYAH jelas perbuatan GHULUW berlebih-lebihan dan ia BUKAN syari'at, jelas perbuatan GHULUW itu perbuatan TOGHUT !

3.Al-Jama'ah  atau Jama'atul Muslimin atau Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwah itu adalah syari'at dari Allah dan Rasul-Nya bukan dari Wali Al Fattah, Wali Al Fattah hanya mengamalkan perintah Allah dan Rasul-Nya,perintah menetapi/iltizam pada Jama'ah Muslimin sudah jelas tapi Wali Al Fattah tetap saja dianggap toghut, karena Abdul Qadir Hasan Baraja sudah menolak syari'at dan menyelisihinya maka ia adalah TOGHUT !

Perlu diketahui ma'na toghut jika diurai itu banyak sekali termasuk pada diri manusia yang merasa diri suci luput dari kesalahan itu juga termasuk sifat  toghut,toghut bukan hanya sebatas tidak berhukum selain Allah saja, dukun,tukang ramal,tukang sihir,manusia melampaui batas mengaku Tuhan seperti Fir'aun,manusia yang dzalim seperti Israel Syi'ah yang membuat kerusakan dan banyak lagi itu, adalah TOGHUT ! cuma manusia kebanyakan  tidak menyadarinya merasa diri sok suci padahal ia sendiri adalah TOGHUT AKBAR !!!

Wallahu a'lam

Persamaan Antara LDII Dan Khilafatul Muslimin

By: Mujahid Hizbullah


Antara Organisai LDII dan Organisasi  Khilafatul Muslimin mempunyai persamaan yang tidak jauh berbeda.

1.Doktrin LDII KH Nurhasan Ubaidah (alm)  kepada ma'mumnya bahwa jika belajar agama Islam tanpa melalui 'ustad dari LDII tanpa manqul tanpa sanad bersanad maka tidak sah Islamnya,dan menganggap diluar LDII Najis sehingga ketika sholat dimasjid LDII maka tempat tersebut akan segera dipel.sehingga MUI memfatwa faham LDII adalah faham sesat.

Perlu diketahui pula bahwa Nurhasan Ubaidah mengetahui tentang syari'at Al-Jama'ah, Al-Imaamah dan Al-Bai'ah itu dari Wali Al Fattah sehingga Nurhasan Ubaidah pernah berbai'at kepada Wali Al Fattah sampai dua kali entah sebab apa Nurhasan Ubaidah kharaj melepaskan bai'atnya begitu ketiga kalinya ditolak oleh Wali Al Fattah karena Nurhasan Ubaidah dianggap mempermainkan syari'at.

2.Doktrin Organisasi Khilafatul Muslimin yang dijejalkan oleh Abdul Qadir Hasan Baraja kepada anak buahnya bahwa semua aparatur Negara dari tingkat RT sampai Presiden adalah Toghut ! tanpa terkecuali termasuk Pegawai Negri Sipil (PNS) dengan alasan PNS ikut menstabilkan perekonomian toghut, padahal pengikutnya juga banyak yang bekerja sebagai PNS dan bekerja dibawah departemen Negara,toghut vonis toghut.

Perlu diketahui organisasi parpol Khilafatul Muslimin yang didirikan tahun 1997 oleh Abdul Qadir Hasan Baraja bahwa beliau mendapat penjelasan tentang syari'at Al-Jama'ah, Imaamah dan Al-Bai'ah itu dari Ustdz Syaefuddin Marzuki (alm) salah satu Assabighul Awwalun Jama'ah Muslimin (Hizbullah) menurut sumber yang dapat dipercaya ketika mendapat penjelasan beliau (Abdul Qadir Hasan Baraja) hanya diam tidak banyak bicara, Namun bukannya berbai'at malah membuat Jama'ah tandingan plagiat bin andad dengan nama yang berbeda namun dalilnya sama.

Benarkah Organisasi Khilafatul Muslimin sudah benar-benar berlepas diri dari ketergantungan fasilitas Negara yang dianggap toghut ? Misalnya contoh kecil saja PLN, Apakah Organisasi Khilafatul Muslimin tidak menggunakan PLN ? Dan apakah Organisasi Khilafatul Muslimin tidak membayar pajak semua kendaraannya ? Dan masih banyak lagi tidak dapat disebutkan satu persatu, Jika Organisasi Khilafatul Muslimin masih menggunakan fasilitas Negara dan bayar pajak itu artinya sama dengan menampar muka sendiri.

Sifat takfir inilah yang dijejalkan secara estafet kepada pengikutnya baik kepada yang sudah senior maupun yang baru yunior, Namun ketika mendapat bantuan dari yang dianggap toghut ternyata diembat juga dan itu namanya MUNAFIQ !

Itulah sekilas persamaan antara ormas LDII dan ormas KHILAFATUL MUSLIMIN yang sama-sama suka mentakfir dan yang sama-sama bukan syari'at  melainkan "Wala talbisul Haqqa bil bathili wataktumul haqqa wa antum ta'lamuun"

Wallahu a'lam

Minggu, 20 Desember 2015

Nasehat Untuk Organisasi Khilafatul Muslimin Kenapa Kamu Kafir Setelah Beriman ?



By: Mujahid Hizbullah

Bismillahirrohmanirrohim
Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.

Nasehat ini saya tujukan langsung kepada Organisasi Khilafatul Muslimin dan umumnya kaum muslimin yang senantiasa mengolok-olok atau memplesetkan syari'at.

Jama'ah Muslimin (Al-Jama'ah) adalah syari'at Islam, nama yang syar'i berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagaimana yang disabdakan oleh lisan Rasulullah, lalu kenapa umat Islam senantiasa memplesetkan mengolok-olok syari'at dengan singkatan Jama'ah Muslimin menjadi JAMUS atau JAMUSSER ? atau (Hizbullah) diplesetkan menjadi (HIZBULLAT) ?.

Ketahuilah sesungguhnya ma'mum Jama'ah Muslimin (Hizbullah) tidak pernah mengolok-olok atau memplesetkan syari'at karena apabila melecehkan atau memplesetkan atau mengolok-olok syari'at sama halnya dengan menghina Allah dan Rasul-Nya bukan menghina Wali Al Fattah yang sebagai Imaam pertama dalam Jama'ah Muslimin (Hizbullah) lalu kenapa kamu kafir setelah beriman ?

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

ﻭَﻟَﺌِﻦ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢْ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟُﻦَّ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺨُﻮﺽُ ﻭَﻧَﻠْﻌَﺐُ ۚ ﻗُﻞْ ﺃَﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺁﻳَﺎﺗِﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻛُﻨﺘُﻢْ ﺗَﺴْﺘَﻬْﺰِﺋُﻮﻥَ ﻟَﺎ ﺗَﻌْﺘَﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﺪْ ﻛَﻔَﺮْﺗُﻢ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﻳﻤَﺎﻧِﻜُﻢْ
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman… [At Taubah : 65-66].

Diriwayatkan dari lbnu Umar, Muhammad bin Ka'ab, Zaid bin Aslam dan Qatadah secara ringkas. Ketika dalam peristiwa perang Tabuk ada orang-orang yang berkata "Belum pernah kami melihat seperti para ahli baca Al Qur`an ini, orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya dan lebih pengecut dalam peperangan". Maksudnya, menunjuk kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat yang ahli baca Al Qur`an. Maka berkatalah Auf bin Malik kepadanya: “Omong kosong yang kamu katakan. Bahkan kamu adalah munafik. Niscaya akan aku beritahukan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ”. Lalu pergilah Auf kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memberitahukan hal tersebut kepada Beliau. Tetapi sebelum ia sampai, telah turun wahyu Allah kepada Beliau. Ketika orang itu datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau telah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya. Maka berkatalah dia kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah! Sebenarnya kami hanya bersenda-garau dan mengobrol sebagaimana obrolan orang-orang yang bepergian jauh untuk pengisi waktu saja dalam perjalanan kami”. Ibnu Umar berkata,”Sepertinya aku melihat dia berpegangan pada sabuk pelana unta Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , sedangkan kedua kakinya tersandung-sandung batu sambil berkata: “Sebenarnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja”. Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya: “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"


Barangsiapa yang mencela Allah Azza wa Jalla atau bersenda gurau ketika menyebut namaNya dan tidak menampakkan penghormatan, atau bersendagurau dengan mengolok-olok Al Qur`an atau Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka dia menjadi kafir, kufur besar, yang berarti keluar dari agama Islam. Dia menjadi kafir jika mengolok-olok tiga hal tersebut, atau olok-olokannya tertuju kepada tiga hal tersebut. Inilah yang dimaksud dalam hal ini.

Berbeda halnya jika mengolok-olok agama. Mengolok-olok agama terdapat perincian. Jika bersenda gurau dengan agama, maka perlu dilihat yang dimaksudkannya asal agamanya ataukah amaliah agama orang yang diolok-oloknya.


Dalam hal ini, maka perlu dijelaskan kepadanya, bahwa yang dia olok-olok adalah Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika ia telah mengetahui tentang hal itu, kemudian masih juga mengolok-olok, mencela orang yang mengamalkan Sunnah, padahal ia sudah mengetahui dan meyakinina, maka perbuatannya tersebut tergolong mengolok-olok Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang tentunya mengeluarkannya dari agama.

Demikian pula jika mengolok-olok dengan kalimat yang kembalinya kepada Al Qur`an atau selain Al Qur`an, juga terdapat perincian. Singkat kata, jika mengolok-olok Allah, sifat-sifatNya atau nama-namaNya atau mengolok-olok Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam atau Al Qur`an, maka hal itu merupakan kekufuran. Jika olok-oloknya bukan kepada tiga hal tersebut, maka dilihat, jika kembali kepada salah satu dari tiga hal itu, maka hal itu adalah kufur besar. Jika tidak, berarti dia telah melakukan perbuatan yang haram, tidak termasuk kufur besar.


Berdasarkan ayat at 65-66 Surat At Taubah di atas merupakan nash, bahwa mengolok-olok Allah, Rasul dan ayat-ayatNya -maksudnya syariat Allah- adalah kafir; tidak diterima udzurnya; meski berkilah hanya bergurau dan bermain-main. Karena mengagungkan Allah dan mentauhidkanNya, mengharuskan seseorang untuk tidak mempermainkan dan mengolok-olokNya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin menyebutkan faidah dari dua ayat surat At Taubah tersebut. Di antaranya, taubat orang yang mengolok-olok Allah diterima, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

إِن نَّعْفُ عَن طَائِفَةٍ مِّنكُمْ

Jika Kami mema'afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat)… [At Taubah : 66]

Dan ini terjadi. Di antara orang-orang yang dimaksudkan oleh ayat itu ada yang dimaafkan oleh Allah dan diberi hidayah kepada Islam. Bertaubat dan Allah menerima taubatnya. Ini merupakan dalil yang kuat, bahwa orang yang mengolok-olok Allah diterima taubatnya. Akan tetapi harus disertai dengan bukti yang nyata atas ketulusan taubatnya, karena kufur akibat mengolok-olok adalah kekufuran yang sangat berat, tidak sebagaimana kufurnya orang yang berpaling (dari Allah) atau menolak (apa yang datang dari Allah).

Dalam menafsirkan ayat di atas, Ikrimah berkata: “Ada orang yang termasuk -insya Allah- diampuni berkata, ‘Ya Allah sesungguhnya aku mendengar suatu ayat yang dimaksud dalam ayat itu adalah aku. Sebuah ayat yang membuat kulit merinding dan hati menjadi takut. Ya Allah, jadikanlah kematianku terbunuh di jalanMu, sehingga tidak ada seseorang yang berkata bahwa aku telah memandikannya, aku mengafaninya, atau aku menguburkannya’. Maka ia terbunuh pada perang Yamamah, dan tidak seorangpun dari kaum Muslimin menemukan jasadnya”.

Demikian halnya taubat dari mencela rasul. Diterima taubatnya, tetapi wajib dieksekusi (hukum bunuh) setelahnya, Berbeda dengan mencela Allah yang diterima taubatnya tanpa eksekusi. Hal ini bukan karena hak Allah lebih rendah dari Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, tetapi karena Allah mengabarkan berkenaan dengan hakNya, bahwa Dia mengampuni semua dosa. Sedangkan mencela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkaitan dengan dua hal.


Pertama : Merupakan perkara syar’i. Kaitannya Muhammad sebagai Rasulullah Shallallahu 'laihi wa sallam. Dari sisi ini jika bertaubat, ia diterima taubatnya.

Kedua : Perkara pribadi. Ini berkaitan, bahwa Muhammad sebagai utusan. Dari sisi ini, wajib mengeksekusinya karena berkenaan dengan hak Beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam.

Setelah bertaubat, dilaksanakanlah hukuman mati, dan orang mengolok-olok tersebut tetap seorang sebagai muslim; dia dimandikan, dikafankan dan dishalatkan. Jasadnya ditanam di pekuburan muslimin. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau telah menulis tentang hal ini dalam bukunya Sharim Al Maslul Fi Hukmi Qotli Sabbi Rasul atau Ash Sharim Al Maslul ‘Ala Syatmi Ar Rasul.

Al Qur`an telah menerangkan, iman di dalam hati mengharuskan adanya perbuatan zhahir yang sesuai dengannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّىٰ فَرِيقٌ مِّنْهُم مِّن بَعْدِ ذَٰلِكَ ۚ وَمَا أُولَٰئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّىٰ فَرِيقٌ مِّنْهُم مِّن بَعْدِ ذَٰلِكَ ۚ وَمَا أُولَٰئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ وَإِن يَكُن لَّهُمُ الْحَقُّ يَأْتُوا إِلَيْهِ مُذْعِنِينَ أَفِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ أَمِ ارْتَابُوا أَمْ يَخَافُونَ أَن يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَرَسُولُهُ ۚ بَلْ أُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan mereka berkata: “Kami telah beriman kepada Allah dan Rasul, dan kamipun taat”. Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu. Mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNya, agar Rasul mengadili di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, (maka) mereka datang kepada Rasul dengan patuh. Apakah (ketidakdatangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit; atau (karena) mereka ragu-ragu, atau (karena) takut kalau-kalau Allah dan RasulNya berlaku zhalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNya agar Rasul mengadili di antara mereka ialah ucapan "Kami mendengar dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. [An Nur : 47-51].

Di sini iman dinafikan dari orang yang berpaling dari ketaatan kepada Rasul, dan Allah memberi kabar bahwa orang-orang mukmin jika diseru kepada Allah dan Rasul-Nya supaya Rasul memutuskan perkara di antara mereka, mereka mendengar dan menaatinya. Dengan demikian. Allah menerangkan bahwa ini termasuk kewajiban iman.


Maka dari itu, hendaklah kita menjaga lisan. Sesungguhnya ia merupakan salah satu anggota tubuh yang paling berbahaya dan kebanyakan orang meremehkanya. Hindari perkataan tidak bermanfaat bagi diri, khususnya berkaitan dengan agama, ilmu, wali Allah, para ulama, sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam atau tabi’in. Karena bisa jadi akan membesarkan fitnah yang terjadi. Hendaklah kita senantiasa merasa khawatir tehadap diri kita, seperti halnya para salaf yang senantiasa khawatir terhadap diri mereka, sebagaimana yang dikhabarkan oleh Ibnu Abi Mulaikah, katanya: “Aku telah menemui tiga puluh orang sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, semuanya takut kalau kemunafikan menimpa diri mereka”. Allahu musta’an.

Kesimpulan :
1. Orang yang dengan sengaja bersenda-gurau dengan memperolok-olok nama Allah, ayat-ayatNya atau Rasulullah, adalah kafir.

2. Sama saja apakah yang mengolok-olok itu orang munafik atau bukan, dia menajadi kafir karena perbuatan itu.

3. Terdapat perbedaan antara perbuatan menghasut dan setia kepada Allah dan RasulNya dalam masalah ini. Bahwa melaporkan perbuatan orang-orang fasik kepada waliyul amr untuk mencegah mereka, tidak termasuk perbuatan menghasut, tetapi termasuk kesetiaan kepada Allah, RasulNya, pemimpin umat Islam dam kaum Muslimin seluruhnya.

4. Perbedaan antara sikap memaafkan yang dicintai Allah dengan sikap keras terhadap musuh-musuh Allah.

5. Tidak semua permintaan maaf mesti diterima, ada juga permintaan maaf yang harus ditolak.

Bagi umat Islam khususnya organisasi Jama'ah Khilafatul Muslimin yang terlanjur senantiasa memplesetkan syari'at tidak perlu meminta ma'af kepada Imaam Jama'ah Muslimin (Hizbullah) karena syari'at bukan kepunyaan KH Yaksyaallah Mansyur MA melainkan kepunyaan Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana ayat diatas bahwa yang mengolok-olok syari'at sudah dinyatakan kafir.

Wallahu a'lam

Nasehat Untuk Organisasi Khilafatul Muslimin Jangan Menganggap Dirimu Suci




By:Mujahid Hizbullah

Bismillahirrohmanirrohim
Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.

Nasehat dari diri pribadi saya ini, saya tujukan langsung baik kepada Ustdz Abdul Qadir Hasan Baraja sebagai pemimpin partai politik Khilafah atau organisasi Khilafatul Muslimin yang bermarkaz di Teluk Betung Bandar Lampung maupun pengikut ma'mumnya pada umumnya.

Sudah menjadi kebiasaan dan akhirnya terbiasa ketika Organisasi Khilafatul Muslimin kalah Hujjah dalam berargumentasi dengan Jama'ah Muslimin (Hizbullah) maka spontanitas Organisasi Khilafatul Muslimin akan melibatkan Wali Al Fattah dalam setiap argumentasinya, Jurus fasad bin hasad akan mereka keluarkan dengan tuduhan kepada Wali Al Fattah sebagai Imaam pertama Jama'ah Muslimin (Hizbullah) dengan sebutan taghut atau anshor taghut atau murji'ah lantaran Wali Al Fattah pernah maesah dipemerintahan di era Sukarno.

Jama'ah Muslimin (Al-Jama'ah) atau Hizbullah atau Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwwah adalah syari'at Islam yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya bukan buatan logika kemudian direkayasa oleh Wali Al Fattah, namun kenapa ketika Al-Jama'ah atau Khilafah diamalkan kembali atau ditetapi kembali banyak tuduhan-tuduhan keji dilontarkan kepada Wali Al Fattah ? Padahal awalnyapun Wali Al Fattah MENOLAK menjadi Imaam,beliau menolak dengan halus sampai dua kali, karena didesak oleh ulama pada zamannya yang faham serta ahli Hadits akhirnya beliau menerimanya itupun dengan satu syarat, yaitu apabila sudah ada yang lebih dulu mengamalkan sunnah Jama'ah Imaamah beliau siap menjadi ma'mum.

Tapi kenapa diakhir zaman ini fitnah datang bertubi-tubi kepada Wali Al Fattah yarham terutama fitnah itu dari simpatisan Negara Islam.Indonesia (NII) dan partai politik Khilafah organisasi Khilafatul Muslimin yang mulutnya senantiasa komat-kamit menyebut asma Allah, Apakah ia yang menuduh Wali Al Fattah  merasa dirinya sudah suci  dan aman dari dosa ? Dan apakah hidup sezaman dengan Wali Al Fattah sehingga apakah sudah tau kepribadian Wali Al Fattah ?

Setan sebagai musuh yang nyata bagi manusia, tidak pernah kehabisan cara untuk menjerumuskan manusia dalam keburukan. Tipu dayanya membuat sesuatu yang sejatinya salah, seolah terlihat menjadi benar. Diantara tipu daya tersebut ialah dengan membuat manusia merasa dirinya suci dan merasa aman dari dosa.

Larangan Menganggap Diri Suci

Allah ta’ala berfirman,
ﻓَﻠَﺎ ﺗُﺰَﻛُّﻮﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ ﻫُﻮَ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ﺑِﻤَﻦِ ﺍﺗَّﻘَﻰ
“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dia (Allah) yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa” (QS. An Najm:32)

Mengenai ayat ini, Syaikh Abdurrahman As-Si’di menerangkan bahwa terlarangnya orang-orang beriman untuk mengabarkan kepada orang-orang akan dirinya yang merasa suci dengan bentuk suka memuji-memuji dirinya sendiri. (Taisir Karimir Rahman ).

Kebiasaan merasa diri suci merupakan perbuatan yahudi dan nasrani yang jelas-jelas dicela oleh Allah ta’ala ,
ﻭَﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻟَﻦْ ﺗَﻤَﺴَّﻨَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺭُ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻳَّﺎﻣًﺎ ﻣَﻌْﺪُﻭﺩَﺓً
“Dan mereka berkata, ‘kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka kecuali selama beberapa hari saja ” (QS. Al Baqarah: 80).

Bahkan, saking merasa sucinya, mereka merasa bahwa hanya merekalah yang paling layak masuk surga.
ﻭَﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﻟَﻦْ ﻳَﺪْﺧُﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻫُﻮﺩًﺍ ﺃَﻭْ ﻧَﺼَﺎﺭَﻯ
“Dan mereka berkata,’Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang yahudi dan nasrani” (QS. Al Baqarah: 111).

Sehingga Allah ta’ala cela kebiasaan mereka ini,
ﺃَﻟَﻢْ ﺗَﺮَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳُﺰَﻛُّﻮﻥَ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻬُﻢْ ﺑَﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻳُﺰَﻛِّﻲ ﻣَﻦْ ﻳَﺸَﺎﺀُ ﻭَﻟَﺎ ﻳُﻈْﻠَﻤُﻮﻥَ ﻓَﺘِﻴﻠًﺎ
“Apakah kami tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih. Sebenarnya Allah mensucikan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun ” (QS. An-Nisa: 49).

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
ﻻَ ﺗُﺰَﻛُّﻮﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ﺑِﺄَﻫْﻞِ ﺍﻟْﺒِﺮِّ ﻣِﻨْﻜُﻢْ
“Janganlah kalian merasa diri kalian suci, Allah lebih tahu akan orang-orang yang berbuat baik diantara kalian” (HR. Muslim).

Rasulullah dan para Salaf pun tidak menganggap diri suci
Adakah keraguan pada diri kita, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling sempurna keimanannya? Sekali-kali tidak. Kita amat meyakini kesempurnaan iman beliau. Akan tetapi, kesempurnaan iman beliau tidak membuat beliau merasa dirinya suci dan bosan dalam beribadah. Meski telah dijamin surga, akan tetapi beliau tetap shalat malam hingga bengkak kakinya. Lalu bagaimana dengan kita..?! Masih layakkah menganggap diri kita suci..?!
Belum sampaikah ke telinga kita, cerita tentang Hasan al Bashri rahimahullah yang tiba-tiba bangun dari tidur malam dan menangis sejadi-jadinya. Setelah ditanya apa sebab ia menangis, ia menjawab, “Aku menangis karena tiba-tiba aku teringat akan satu dosa.” (Al-Buka’ min Khasyatillah, Asbabuhu wa Mawani’uhu wa Thuruq Tahshilih ).

Masya Allah, seorang Hasan al Bashri
rahimahullah yang begitu banyak ilmu dan amalnya, ternyata tidak membuat beliau merasa dirinya suci. Justru beliau menangis karena teringat akan satu dosa. Begitulah sejatinya seorang mu’min, menganggap kerdil dirinya karena dosa-dosanya, sebagaimana Hasan al Bashri rahimahullah yang menangis karena teringat akan satu dosa. Lalu bagaimana dengan kita, yang dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan dan jari kaki..?! Masih layakkah menganggap diri kita suci..?!

Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Barangsiapa diberikan musibah berupa sikap berbangga diri, maka pikirkanlah aib dirinya sendiri. Jika semua aibnya tidak terlihat sehingga ia menyangka tidak memiliki aib sama sekali dan merasa suci, maka ketahuilah sesungguhnya musibah dirinya tersebut akan menimpa dirinya selamanya. Sesungguhnya ia adalah orang yang paling lemah, paling lengkap kekurangannya dan paling besar kecacatannya.” (Al-Akhlaq wa as-Siyar fii Mudawah an-Nufus , dinukil dari
Ma’alim fii Thoriq Thalab al-Ilmi)

Begitupula pada diri Wali Al Fattah yang tidak menganggap dirinya suci paling berilmu dsb, sebagai bukti beliau menolak menjadi Imaam sampai dua kali dan ketiga kalinya beliau terima hanya lantaran takut kepada Allah,akhirnya beliau dibai'at sebagai Imaam Jama'ah Muslimin (Hizbullah) tapi diakhir zaman ini justru beliau dicaci maki hanya lantaran pernah maesah dipemerintahan Sukarno sebagai biro politik.

"Wala tajassasun" Semoga Allah ta’ala menghindarkan kita dari sikap merasa suci dan memudahkan kita dalam menggapai surga-Nya. Aamiin.

Kamis, 17 Desember 2015

Nasehat Untuk Organisasi Khilafatul Muslimin


Antara Sunnah Dan Bid’ah



By: Mujahid Hizbullah

Bismillahirrohmanirrohim
Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang

Artikel nasehat ini ditujukan kepada kaum muslimin terutama warga Khilafatul Muslimin bagi mereka yang mengharap ridho dan ampunan dari Allah subhanahu wata’ala yang mana ibadah sesuai yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, Bagaimana jadinya jika nama syari’at dirubah atau diganti dengan nama yang bukan syari’at apakah ma’nanya akan tetap sama misalnya:

1. Sholat-diganti dengan sembahyang atau ritualan,sekilas bahasanya sama karena tujuannya adalah ibadah, namun jika diurai sesungguhnya bahasa sembahyang atau ritualan itu bahasa umum ma’nanya luas karena agama lain diluar Islampun seperti Nasrani, Hindu, Budha, Khonghucu dsb menggunakan bahasa ibadah dengan sebutan sembahyang atau ritualan, jelas berbeda dengan bahasa Islam yang khusus yaitu baik didalam Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak didapati bahasa sembahyang atau ritual.

2. Shaum-diganti puasa dsb,sekilas bahasanya sama karena tujuannya ibadah menahan diri dari segala nafsu,namun jika diurai sesungguhnya bahasa puasa adalah bahasa umum karena agama lainpun diluar Islampun seperti Nasrani, Hindu, Budha, Khonghucu dsb menggunakan bahasa menahan diri dengan sebutan puasa,jelas berbeda dengan bahasa Islam yang khusus yaitu shaum atau menahan diri.

3. Zakat-diganti dengan pajak atau upeti,sekilas memang bahasanya sama karena tujuannya adalah membayar kewajiban, namun jika diurai bahasa pajak adalah bahasa umum karena siapaun wajib bayar pajak kepada Negara baik itu Muslim,Nasrani,Hindu, Budha, Khonghucu dsb, walau sekilas mirip jelas bahasa pajak berbeda dengan bahasa Zakat,karena bahasa Zakat dikhususkan bagi ummat Islam untuk pembersih harta.

4. Haji atau Umroh-diganti dengan tamasya, sekilas memang bahasanya sama, namun jelas sangat jauh perbedaannya karena tamasya tujuannya adalah jalan-jalan bersenang-senang menghambur-hambur uang dsb,sementara Haji atau Umroh tujuannya adalah ibadah magfiroh ampunan Allah dan mengharap syurganya Allah.

5. Infaq atau Jariyah-diganti dengan sumbangan sekilas bahasanya sama, namun bahasa sumbangan adalah bahasa umum siapapun boleh menyumbang baik agama diluar Islam seperti Nasrani,Hindu, Budha, Khonghucu dsb, bahasa sumbangan jelas berbeda dengan bahasa Infaq atau Jariyah, karena sumbangan biasanya orang mengharap pujian dan popularitas sementara Infaq atau Jariyah tujuannya adalah akherat ridho Allah.


6. Begitu juga dengan syari’at  Jama’ah Muslimin (Al-Jama’ah), nama yang sesuai sunnah, nama yang syar’i, yang disyari’atkan oleh Rasulullah melalui lisannya apabila diganti dengan nama yang bukan syari’at walau sekilas mirip dengan syari’at,misalnya Jama’ah Muslimin diganti nama dengan Khilafatul Muslimin dsb, walau tujuannya sama apakah ma’nanya tetap sama ? tentu tidak !, karena sudah jelas nama Khilafatul Muslimin dsb tersebut sama sekali tidak ada dalil rujukannya baik didalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits karena ia merupakan perkara baru dalam agama (bid’ah) buatan logika hasil rekayasa, sementara  (Al-Jama'ah) Jama'ah Muslimin terdapat didalam Al-Qur'an maupun Al-Hadits fitrah dan Sunnah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,



مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan,

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)


Dalam riwayat An Nasa’i,

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR. An Nasa’i no. 1578, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan An Nasa’i)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ

“Sungguh Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya”  (HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath no.4334. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 54)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ

“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Lalu ditampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku’. Allah berfirman, ‘Engkau tidak tahu (bid’ah) yang mereka ada-adakan sepeninggalmu’ “ (HR. Bukhari no. 6576, 7049).


Dalam riwayat lain dikatakan,

إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى

“(Wahai Rabb), sungguh mereka bagian dari pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sungguh engkau tidak tahu bahwa sepeninggalmu mereka telah mengganti ajaranmu”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku”(HR. Bukhari no. 7050).


Al’Aini ketika menjelaskan hadits ini beliau berkata: “Hadits-hadits yang menjelaskan orang-orang yang demikian yaitu yang dikenal oleh Nabi sebagai umatnya namun ada penghalang antara mereka dan Nabi, dikarenakan yang mereka ada-adakan setelah Nabi wafat. Ini menunjukkan setiap orang mengada-adakan suatu perkara dalam agama yang tidak diridhai Allah itu tidak termasuk Jama’ah Muslimin. Seluruh ahlul bid’ah itu adalah orang-orang yang gemar mengganti (ajaran agama) dan mengada-ada, juga orang-orang zhalim dan ahli maksiat, mereka bertentangan dengan al haq. Orang-orang yang melakukan itu semua yaitu mengganti (ajaran agama) dan mengada-ada apa yang tidak ada ajarannya dalam Islam termasuk dalam bahasan hadits ini” (Umdatul Qari, 6/10)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انَّهُ سَيَلِي أَمْرَكُمْ مِنْ بَعْدِي رِجَالٌ يُطْفِئُونَ السُّنَّةَ ، وَيُحْدِثُونَ بِدْعَةً ، وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا ” ، قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ بِي إِذَا أَدْرَكْتُهُمْ ؟ قَالَ : ” لَيْسَ يَا ابْنَ أُمِّ عَبْدٍ طَاعَةٌ لِمَنْ عَصَى اللَّهَ ” ، قَالَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

“Sungguh diantara perkara yang akan datang pada kalian sepeninggalku nanti, yaitu akan ada orang (pemimpin) yang mematikan sunnah dan membuat bid’ah. Mereka juga mengakhirkan shalat dari waktu sebenarnya’. Ibnu Mas’ud lalu bertanya: ‘apa yang mesti kami perbuat jika kami menemui mereka?’. Nabi bersabda: ‘Wahai anak Adam, tidak ada ketaatan pada orang yang bermaksiat pada Allah'”. Beliau mengatakannya 3 kali. (HR. Ahmad no.3659, Ibnu Majah no.2860. Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, 2864)



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّهُ مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي قَدْ أُمِيتَتْ بَعْدِي فَإِنَّ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا ، وَمَنِ ابْتَدَعَ بِدْعَةَ ضَلَالَةٍ لَا يَرْضَاهَا اللَّهَ وَرَسُولَهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَارِ النَّاسِ شَيْئًا

“Barangsiapa yang sepeninggalku menghidupkan sebuah sunnah yang aku ajarkan, maka ia akan mendapatkan pahala semisal dengan pahala orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Barangsiapa yang membuat sebuah bid’ah dhalalah yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan dosa semisal dengan dosa orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” (HR. Tirmidzi no.2677, ia berkata: “Hadits ini hasan”)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَوَّلُ مَنْ يُغَيِّرُ سُنَّتِي رَجُلٌ مِنْ بَنِي أُمَيَّةَ

“Orang yang akan pertama kali mengubah-ubah sunnahku berasal dari Bani Umayyah” (HR. Ibnu Abi Ashim dalam Al Awa’il, no.61, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 1749)

Al-Jama’ah atau Jama’ah Muslimin adalah syari’at nama yang disunnahkan sesuai apa yang diwasiatkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam oleh karena itu Nabi bersabda “Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku“. Sama halnya barang siapa yang membenci Al-Jama’ah atau Jama’ah Muslimin atau Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwah serta mengolok-oloknya atau melecehkannya dengan sebutan lain atau singkatan JAMUS dsb maka sudah jelas bukan umat Muhammad Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang membicarakan dan mencela bid’ah, namun apa yang kami nukilkan di atas sudah cukup mewakili betapa bahaya dan betapa pentingnya kita untuk waspada dari bid’ah.

Wallahu’alam.





Jumat, 11 Desember 2015

Nasehat Untuk Sang Khalifah Ustad Abdul Qadir Hasan Baraja



By: Mujahid Hizbullah

Bismillahirrohmanirrohim
Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.

Artikel ini saya tujukan langsung kepada organisasi Jama’ah Khilafatul Muslimin yang dipimpin oleh Sang Khalifah/Amirul Mu’minin Ustd Abdul Qadir Hasan Baraja beserta para pembantu dan ma’mumnya, adapun tulisan ini merupakan dari diri pribadi saya tidak mewakili  Jama’ah Muslimin (Hizbullah) yang mana saat ini insyaallah saya ber-iltizam didalamnya, adapun nasehat ini merupakan wujud kasih sayang saya antar sesama muslimin yang mengharap ampunan dari Allah subhanahu wata’ala dan ibadah sesuai yang dicontohkan oleh suri tauladan kita  Nabi Muhammad  shalallahu ‘alaihi wasallam, Dan kita berharap bahwa ibadah kita diterima serta mendapat ganjaran balasan yaitu syurganya Allah.

Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
إِنَّمَا الْمًؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوْا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوْا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Sesungguhnya orang-orang ber-iman (Mu’minin) adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”
( Al-Qur’an Surah Al-Hujurat,ayat 10)

“Demi masa.Sesungguhnya manusia dalam kerugian,Kecuali orang-orang yang beriman serta melaksanakan berbagai kebajikan, saling mengingatkan supaya menjunjung kebenaran dan saling mengingatkan supaya teguh dalam kesabaran” (Al-Qur’an Surah Al-A’sr 1,2 &3)

Sebagaimana ayat diatas bahwa sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara,saling menasehati saling mengingatkan supaya menjunjung kebenaran dan saling mengingatkan supaya teguh dalam kesabaran, terkecuali orang-orang yang beriman serta melaksanakan berbagai kebajikan,Ketahuilah bahwa sesungguhnya akan ada dari ummat Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam yang diusir oleh Malaikat,sebagaimana seekor onta yang tersesat dari pemiliknya dan mendatangi tempat minum milik orang lain, sehingga iapun diusir.

Sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengisahkan: pada suatu hari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi kuburan, lalu beliau mengucapkan salam:
ﺍﻟﺴَّﻠَﺎﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺩَﺍﺭَ ﻗَﻮْﻡٍ ﻣُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ، ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﺇِﻥْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺑِﻜُﻢْ ﻟَﺎﺣِﻘُﻮﻥَ
Semoga keselamatan senantiasa menyertai kalian wahai penghuni kuburan dari kaum mukminin, dan kami insya Allah pasti akan menyusul kalian“.Selanjutnya beliau bersabda: “aku sangat berharap untuk dapat melihat saudara-saudaraku “.

Mendengar ucapan ini, para sahabat keheranan, sehingga mereka bertanya: “bukankah kami adalah saudara-saudaramu wahai Rasulullah?” . Rasulullah menjawab :
ﺃَﻧْﺘُﻢْ ﺃَﺻْﺤَﺎﺑِﻲ ﻭَﺇِﺧْﻮَﺍﻧُﻨَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻟَﻢْ ﻳَﺄْﺗُﻮﺍ ﺑَﻌْﺪُ
Kalian adalah sahabat-sahabatku, sedangkan saudara-saudaraku adalah ummatku yang akan datang kelak“.
Kembali para sahabat bertanya: “wahai rasulullah, bagaimana engkau dapat mengenali ummatmu yang sampai saat ini belum terlahir? “. Beliau menjawab:
ﺃَﺭَﺃَﻳْﺖَ ﻟَﻮْ ﺃَﻥَّ ﺭَﺟُﻠًﺎ ﻟَﻪُ ﺧَﻴْﻞٌ ﻏُﺮٌّ ﻣُﺤَﺠَّﻠَﺔٌ ﺑَﻴْﻦَ ﻇَﻬْﺮَﻱْ ﺧَﻴْﻞٍ ﺩُﻫْﻢٍ ﺑُﻬْﻢٍ ﺃَﻟَﺎ ﻳَﻌْﺮِﻑُ ﺧَﻴْﻠَﻪُ
Menurut pendapat kalian, andai ada orang yang memiliki kuda yang di dahi dan ujung-ujung kakinya berwarna putih dan kuda itu berada di tengah-tengah kuda-kuda lainnya yang berwarna hitam legam, tidakkah orang itu dapat mengenali kudanya? ”
Para sahabat menjawab : “ tentu saja orang itu dengan mudah mengenali kudanya“.

Maka Rasulullah menimpali jawaban mereka dengan bersabda:
ﻓَﺈِﻧَّﻬُﻢْ ﻳَﺄْﺗُﻮﻥَ ﻏُﺮًّﺍ ﻣُﺤَﺠَّﻠِﻴﻦَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻮُﺿُﻮﺀِ ، ﻭَﺃَﻧَﺎ ﻓَﺮَﻃُﻬُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺤَﻮْﺽِ ﺃَﻟَﺎ ﻟَﻴُﺬَﺍﺩَﻥَّ ﺭِﺟَﺎﻝٌ ﻋَﻦْ ﺣَﻮْﺿِﻲ ﻛَﻤَﺎ ﻳُﺬَﺍﺩُ ﺍﻟْﺒَﻌِﻴﺮُ ﺍﻟﻀَّﺎﻝُّ
Sejatinya ummatku pada hari qiyamat akan datang dalam kondisi wajah dan ujung-ujung tangan dan kakinya bersinar pertanda mereka berwudlu semasa hidupnya di dunia “.Aku akan menanti ummatku di pinggir telagaku di alam mahsyar. Dan ketahuilah bahwa akan ada dari ummatku yang diusir oleh Malaikat , sebagaimana seekor onta yang tersesat dari pemiliknya dan mendatangi tempat minum milik orang lain, sehingga iapun diusir.

Melihat sebagian orang yang memiliki tanda-tanda pernah berwudlu, maka aku memanggil mereka: “kemarilah “. Namun para Malaikat yang mengusir mereka berkata:
ﻓَﻴُﻘَﺎﻝُ : ﺇِﻧَّﻬُﻢْ ﻗَﺪْ ﺑَﺪَّﻟُﻮﺍ ﺑَﻌْﺪَﻙَ
sejatinya mereka sepeninggalmu telah merubah-rubah ajaranmu“.

Mendapat penjelasan semacam ini, maka aku (Rasulullah) bersabda :
ﺳُﺤْﻘًﺎ ﺳُﺤْﻘًﺎ ﻟِﻤَﻦْ ﺑَﺪَّﻝَ ﺑَﻌْﺪِﻱ
menjauhlah, menjauhlah wahai orang-orang yang sepeninggalku merubah-rubah ajaranku ” (diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim).

Kisah diatas menjadi inspirasi bagi kita ummat Islam akhir zaman untuk mengambil pelajaran darinya dan jangan sampai ummat Rasulullah yang diusir dari syurga tersebut adalah kita,maka dari itu mari kita jaga syari’atnya jangan dirubah jangan dikurangi dan jangan diingkari .

Jama'ah Muslimin (Al-Jama’ah) adalah nama yang syar’i nama yang disyari'atkan nama yang keluar dari bibir/lisan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bukan dari bibir/lisan seorang Wali Al Fattah, lalu kenapa nama syari'at tersebut dirubah oleh  Ustd Abdul Qadir Hasan Baraja menjadi Jama’ah Khilafatul Muslimin ? benarkah Ustd Abdul Qadir Hasan Baraja itu ahli kitab yang gemar mengubah-ubah syari'at dengan nama lain ?  Jika diperhatikan nama Jama’ah Khilafatul Muslimin memang sekilas mirip dengan syari'at, maka tidak heran mungkin orang atau ma’mumnya yang awam tertarik dengan nama Jama’ah Khilafatul Muslimin yang berseragam dan ber-KTA  serta mengusung Khilafah sehingga banyak yang bergabung, maka bagi mereka yang merubah syari’at harap bersiap-siap apabila kelak diusir oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, sampai saat ini saya pribadi maupun para asatid dari Jama’ah Muslimin (Hizbullah) belum mengetahui dari mana asal usul nama Jama’ah Khilafatul Muslimin, dan justru malah sebaliknya Jama’ah Khilafatul Muslimin menarik-narik dalil Jama’ah Muslimin, coba perhatikan Hadist berikut ini apakah ada Rasulullah menyebut “Tetaplah engkau pada Jama’ah Khilafatul Muslimin dan Khalifah mereka !

تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ
“…Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka …”


 Lengkapnya hadits tersebut sebagai berikut, Khudzaifah bin Yaman Radliallahu ‘anhu berkata:
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ .
 “Adalah orang-orang (para sahabat) bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan dan adalah saya bertanya kepada Rasulullah tentang kejahatan, khawatir kejahatan itu menimpa diriku, maka saya bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada di dalam Jahiliyah dan kejahatan, maka Allah mendatangkan kepada kami dengan kebaikan ini (Islam). Apakah sesudah kebaikan ini timbul kejahatan? Rasulullah menjawab: “Benar!” Saya bertanya: Apakah sesudah kejahatan itu datang kebaikan? Rasulullah menjawab: “Benar, tetapi di dalamnya ada kekeruhan (dakhon).” Saya bertanya: “Apakah kekeruhannya itu?” Rasulullah menjawab: “Yaitu orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku. (dalam riwayat Muslim) “Kaum yang berperilaku bukan dari Sunnahku dan orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau ketahui dari mereka itu dan engkau ingkari.” Aku bertanya: “Apakah sesudah kebaikan itu akan ada lagi keburukan?” Rasulullah menjawab: “Ya, yaitu adanya penyeru-penyeru yang mengajak ke pintu-pintu Jahannam. Barangsiapa mengikuti ajakan mereka, maka mereka melemparkannya ke dalam Jahannam itu.” Aku bertanya: “Ya Rasu lullah, tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.” Rasululah menjawab: “Mereka itu dari kulit-kulit kita dan berbicara menurut lidah-lidah (bahasa) kita.” Aku bertanya: “Apakah yang eng kau perintahkan kepadaku jika aku menjumpai keadaan yang demikian?” Rasulullah bersabda: “Tetaplah engkau pada Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka !” Aku bertanya: “Jika tidak ada bagi mereka Jama’ah dan Imaam?” Rasulullah bersabda: “Hendaklah engkau keluar menjauhi firqoh-firqoh itu semuanya, walaupun engkau sam pai menggigit akar kayu hingga kematian menjum paimu, engkau tetap demikian.” (HR.Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Fitan: IX/65, Muslim, Shahih Muslim: II/134-135 dan Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah:II/475. Lafadz Al-Bukhari).

Hadits diatas bersambung pada hadits berikut ini,Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
”Adalah masa Kenabian itu ada di tengah tengah kamu sekalian, adanya atas kehendaki Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehandak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya (menghentikannya) apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit (Mulkan ‘Adldlon), adanya atas kehendak Allah. Kemu- dian Allah mengangkatnya apabila Ia meng hendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyom bong (Mulkan Jabariyah), adanya atas kehendak Allah. Kemu dian Allah mengangkatnya, apabila Ia menghen daki untuk mengang katnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).” Kemudian beliau (Nabi) diam.” (HR.Ahmad dari Nu’man bin Basyir, Musnad Ahmad:IV/273, Al-Baihaqi, Misykatul Mashobih hal 461. Lafadz Ahmad).

Adapun dua Hadits diatas yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim maupun yang diriwayatkan  oleh Ahmad dari Nu’man bin Basyir itu sama sekali tidak ada hubungan/kaitannya dengan nama Jama’ah Khilafatul Muslimin, Justru nama syari’at yang keluar dari lisan Rasulullah adalah Jama’ah Muslimin dan Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah atau Jama’ah Muslimin wujudnya adalah Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah bukan pula "Jama'ah 'Ala Minhajin Nubuwwah" Lalu kenapa Ustd Abdul Qadir Hasan Baraja beserta para pembantu dan ma'mumnya keberatan dengan nama syari'at Jama'ah Muslimin pemberian dari Rasulullah ?

Berdasarkan fakta bahwa Al-Jama’ah atau Jama’ah Muslimin atau Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah (Khilafah yang menempuh jejak kenabian) itu sudah diwujudkan kembali sejak dibai’atnya Wali Al Fattah pada tahun 1953, namun dengan berbagai alasan yang dicari-cari dan salah satunya kurang/tidak “IKLAS” banyak yang menolak,namun setelah mereka mempelajari dan mengkaji dalil-dalil tentang Al-Jama’ah, Al-Imaamah dan Al-Bai’ah dari Jama’ah Muslimin (Hizbullah) akhirnya banyak yang membenarkan termasuk (MUI) namun sebagian muslimin masih menganggap belum saatnya bahwa Al-Jama’ah atau Khilafah itu hadir, lalu sampai kapan ? Apakah ketika ada perintah sholat,shoum,zakat,dan haji didalam Al-Qur'an apakah harus menunggu sampai mampu dulu ? Apakah ketika ada perintah ber-Jama'ah dan ber-Imaamah didalam Al-Qur'an apakah harus menunggu sampai mempunyai kekuasaan terlebih dahulu ? tapi pada akhirnya bukan menepati bai’at yang pertama justru membuat Jama’ah tandingan dengan nama yang berbeda inilah yang dimaksud andad menyelisihi syari'at yang sudah diwujudkan, padahal menyelisihi syari'at itu adalah taghut.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ تَكْثُرُ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ وَأَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
“Dahulu bani Israil selalu dipimpin oleh para Nabi, setiap meninggal seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya, sesungguhnya setelahku ini tidak ada Nabi dan akan ada setelahku beberapa khalifah bahkan akan bertambah banyak, sahabat bertanya: ”Apa yang tuan perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab: ”Tepatilah bai’atmu pada yang pertama, maka untuk yang pertama dan berikan pada mereka haknya. Maka sesungguhnya Allah akan menanya mereka tentang hal apa yang diamanatkan dalam kepemimpinannya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/204. Lafadz Muslim)

Tentunya Jama’ah Khilafatul Muslimin dan pendirinya Ustd Abdul Qadir Hasan Baraja beserta para pembantu dan ma’mumnya tidak ingin mengalami nasib seperti mereka ummat Rasulullah yang diusir bukan ? Tentu jawabannya: tidak !. Oleh karena itu, mari kita “bertaubatan nasuha” selagi masih ada kesempatan dan mari kita jaga kemurnian ajaran beliau Rasulullah  shalallahu ‘alaihi wasallam dan mengamalkannya dengan seutuhnya tanpa berbuat bid’ah ditambah atau dikurangi. Ya Allah jadikanlah kami orang-orang yang mendapat syafa’at Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam pada hari kiamat kelak. Aamiin ya robbal alamin.


Hadits-Hadits Tentang Bid'ah

Banyak kaum muslimin yang masih meremehkan masalah bid’ah. Hal itu bisa jadi karena minimnya pengetahuan mereka tentang dalil-dalil syar’i. Padahal andaikan mereka mengetahui betapa banyak hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang membicarakan dan mencela bid’ah, mereka akan menyadari betapa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sangat sering membahasnya dan sangat mewanti-wanti umat beliau agar tidak terjerumus pada bid’ah. Jadi, lisan yang mencela bid’ah dan mewanti-wanti umat dari bid’ah adalah lisan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sendiri.

Hadits 1
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

Hadits 2
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)

Hadits 3
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan,

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)

Dalam riwayat An Nasa’i,

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR. An Nasa’i no. 1578, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan An Nasa’i)

Hadits 4
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”)

Hadits 5
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ

“Sungguh Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya” (HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath no.4334. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 54)

Hadits 6
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ

“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Lalu ditampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku’. Allah berfirman, ‘Engkau tidak tahu (bid’ah) yang mereka ada-adakan sepeninggalmu’ “ (HR. Bukhari no. 6576, 7049).

Dalam riwayat lain dikatakan,

إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى

“(Wahai Rabb), sungguh mereka bagian dari pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sungguh engkau tidak tahu bahwa sepeninggalmu mereka telah mengganti ajaranmu”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku”(HR. Bukhari no. 7050).

Al’Aini ketika menjelaskan hadits ini beliau berkata: “Hadits-hadits yang menjelaskan orang-orang yang demikian yaitu yang dikenal oleh Nabi sebagai umatnya namun ada penghalang antara mereka dan Nabi, dikarenakan yang mereka ada-adakan setelah Nabi wafat. Ini menunjukkan setiap orang mengada-adakan suatu perkara dalam agama yang tidak diridhai Allah itu tidak termasuk Jama’ah  Muslimin. Seluruh ahlul bid’ah itu adalah orang-orang yang gemar mengganti (ajaran agama) dan mengada-ada, juga orang-orang zhalim dan ahli maksiat, mereka bertentangan dengan al haq. Orang-orang yang melakukan itu semua yaitu mengganti (ajaran agama) dan mengada-ada apa yang tidak ada ajarannya dalam Islam termasuk dalam bahasan hadits ini” (Umdatul Qari, 6/10)

Hadits 7
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انَّهُ سَيَلِي أَمْرَكُمْ مِنْ بَعْدِي رِجَالٌ يُطْفِئُونَ السُّنَّةَ ، وَيُحْدِثُونَ بِدْعَةً ، وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا ” ، قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ بِي إِذَا أَدْرَكْتُهُمْ ؟ قَالَ : ” لَيْسَ يَا ابْنَ أُمِّ عَبْدٍ طَاعَةٌ لِمَنْ عَصَى اللَّهَ ” ، قَالَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ

“Sungguh diantara perkara yang akan datang pada kalian sepeninggalku nanti, yaitu akan ada orang (pemimpin) yang mematikan sunnah dan membuat bid’ah. Mereka juga mengakhirkan shalat dari waktu sebenarnya’. Ibnu Mas’ud lalu bertanya: ‘apa yang mesti kami perbuat jika kami menemui mereka?’. Nabi bersabda: ‘Wahai anak Adam, tidak ada ketaatan pada orang yang bermaksiat pada Allah'”. Beliau mengatakannya 3 kali. (HR. Ahmad no.3659, Ibnu Majah no.2860. Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, 2864)

Hadits 8
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّهُ مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي قَدْ أُمِيتَتْ بَعْدِي فَإِنَّ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا ، وَمَنِ ابْتَدَعَ بِدْعَةَ ضَلَالَةٍ لَا يَرْضَاهَا اللَّهَ وَرَسُولَهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَارِ النَّاسِ شَيْئًا

“Barangsiapa yang sepeninggalku menghidupkan sebuah sunnah yang aku ajarkan, maka ia akan mendapatkan pahala semisal dengan pahala orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Barangsiapa yang membuat sebuah bid’ah dhalalah yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan dosa semisal dengan dosa orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” (HR. Tirmidzi no.2677, ia berkata: “Hadits ini hasan”)

Hadits 9
Hadits dari Hudzaifah Ibnul Yaman, ia berkata:

يا رسولَ اللهِ ! إنا كنا بشرٌ . فجاء اللهُ بخيرٍ . فنحن فيه . فهل من وراءِ هذا الخيرِ شرٌّ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : هل من وراءِ ذلك الشرِّ خيرٌ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : فهل من وراءِ ذلك الخيرِ شرٌّ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : كيف ؟ قال ( يكون بعدي أئمةٌ لا يهتدون بهدايَ ، ولا يستنُّون بسُنَّتي . وسيقوم فيهم رجالٌ قلوبُهم قلوبُ الشياطينِ في جُثمانِ إنسٍ ) قال قلتُ : كيف أصنعُ ؟ يا رسولَ اللهِ ! إن أدركت ُذلك ؟ قال ( تسمعُ وتطيع للأميرِ . وإن ضَرَب ظهرَك . وأخذ مالَك . فاسمعْ وأطعْ )

“Wahai Rasulullah, dulu kami orang biasa. Lalu Allah mendatangkan kami kebaikan (berupa Islam), dan kami sekarang berada dalam keislaman. Apakah setelah semua ini akan datang kejelekan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Apakah setelah itu akan datang kebaikan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Apakah setelah itu akan datang kejelekan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Aku bertanya: ‘Apa itu?’. Nabi bersabda: ‘akan datang para pemimpin yang tidak berpegang pada petunjukku dan tidak berpegang pada sunnahku. Akan hidup diantara mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan namun berjasad manusia’. Aku bertanya: ‘Apa yang mesti kami perbuat wahai Rasulullah jika mendapati mereka?’. Nabi bersabda: ‘Tetaplah mendengar dan taat kepada penguasa, walau mereka memukul punggungmu atau mengambil hartamu, tetaplah mendengar dan taat’” (HR. Muslim no.1847)

Tidak berpegang pada sunnah Nabi dalam beragama artinya ia berpegang pada sunnah-sunnah yang berasal dari selain Allah dan Rasul-Nya, yang merupakan kebid’ahan.

Hadits 10
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَوَّلُ مَنْ يُغَيِّرُ سُنَّتِي رَجُلٌ مِنْ بَنِي أُمَيَّةَ

“Orang yang akan pertama kali mengubah-ubah sunnahku berasal dari Bani Umayyah”


(HR. Ibnu Abi Ashim dalam Al Awa’il, no.61, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 1749)

Dalam hadits ini Nabi mengabarkan bahwa akan ada orang yang mengubah-ubah sunnah beliau. Sunnah Nabi yang diubah-ubah ini adalah kebid’ahan.

Hadits 11
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا ، فَقَالُوا : وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ ؟ قَالَ أَحَدُهُمْ : أَمَّا أَنَا ، فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا ، وَقَالَ آخَرُ : أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلَا أُفْطِرُ ، وَقَالَ آخَرُ : أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَدًا ، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ ، فَقَالَ : ” أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

“Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu’alaihi wasallam. ٍSetelah diberitakan kepada mereka, sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka. Mereka berkata, “Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang akan datang?” Salah seorang dari mereka berkata, “Sungguh, aku akan shalat malam selama-lamanya” (tanpa tidur). Kemudian yang lain berkata, “Kalau aku, sungguh aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka”. Dan yang lain lagi berkata, “Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya”. Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam kepada mereka seraya bertanya: “Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku” (HR. Bukhari no.5063)

Dalam hadits di atas, ketiga orang tersebut berniat melakukan kebid’ahan, karena ketiganya tidak pernah diajarkan oleh Nabi. Yaitu puasa setahun penuh, shalat semalam suntuk setiap hari, kedua hal ini adalah bentuk ibadah yang bid’ah. Dan berkeyakinan bahwa dengan tidak menikah selamanya itu bisa mendatangkan pahala dan keutamaan adalah keyakinan yang bid’ah. Oleh karena itu Nabi bersabda “Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku“.

Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang membicarakan dan mencela bid’ah, namun apa yang kami nukilkan di atas sudah cukup mewakili betapa bahaya dan betapa pentingnya kita untuk waspada dari bid’ah.


Wallahu a’lam bisshowab

Sabtu, 10 Oktober 2015

Tidak Ada Paksaan Untuk Menetapi Jama'ah Muslimin (Hizbullah)

By;Agus Zainal Asikin

Dakwah Islam begitu indah dan mulia, kita diajarkan untuk tidak memaksa pemeluk agama lain untuk memasuki Islam yang rahmatan lil alamin.

Begitu juga dengan Jama'ah Muslimin (Hizbullah) yang mengajarkan ma'munnya untuk tidak memaksa harokah lain agar beriltizam fii jama'atul muslimin ay hizbullah,tugas ma'mum hanyalah menyampaikan masalah hidayah itu urusan Allah.

Mendakwahi orang kafir untuk memasuki Islam, hukumnya fardhu kifayah, artinya jika sebagian sudah mendakwahi mereka maka yang lain gugur kewajibannya. Karena mendakwahi mereka berarti telah mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Hal ini bisa dilakukan dengan menjenguk mereka ketika sakit, sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menjenguk anak kecil Yahudi untuk diajak masuk Islam. Akhirnya ia pun masuk Islam.

Menyampaikan syari'at Al-Jama'ah atau Jama'ah Muslimin kepada kaum muslimin yang sudah bertauhid wajib hukumnya,fardhu kifayah karena menyelamatkan mereka dari perpecahan dan adzam api neraka "al-jama'atu rahmat wal firqotu adzab"

Dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata,
كَانَ غُلاَمٌ يَهُودِىٌّ يَخْدُمُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَمَرِضَ ، فَأَتَاهُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعُودُهُ ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَقَالَ لَهُ « أَسْلِمْ » . فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهْوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ أَطِعْ أَبَا الْقَاسِمِ – صلى الله عليه وسلم – . فَأَسْلَمَ ، فَخَرَجَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – وَهْوَ يَقُولُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ
“Dulu pernah ada seorang anak kecil Yahudi yang mengabdi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu suatu saat ia sakit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, lalu beliau mengatakan, “Masuklah Islam.” Kemudian anak kecil itu melihat ayahnya yang berada di sisinya. Lalu ayahnya mengatakan, “Taatilah Abal Qosim (yaitu Rasulullah) –shallallahu ‘alaihi wa sallam-”. Akhirnya anak Yahudi tersebut masuk Islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumahnya dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak tersebut dari siksa neraka.” (HR. Bukhari no. 1356)

"talzamu jama'atal muslimina wa imaamahum"
Tetaplah pada Jama'ah Muslimin dan Imaam mereka. (HR Buchori Muslim)

Boleh kita mendakwahi, namun haram memaksa orang Yahudi, Nashrani dan kafir lainnya untuk masuk Islam. Boleh kita mendakwahi saudara kita kaum muslimin untuk mengamalkan syari'at Jama'ah,Imaamah & Bai'at namun tidak dengan memaksakan kehendak karena "alhaqqu mirrobbika"

Allah Ta’ala berfirman,
لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS. Al Baqarah: 256).

Ibnu Katsir menuturkan, “Janganlah memaksa seorang pun untuk masuk ke dalam Islam. Karena kebenaran Islam sudah begitu jelas dan gamblang. Oleh karenanya tidak perlu ada paksaan untuk memasuki Islam. Namun barangsiapa yang Allah beri hidayah untuk menerima Islam, hatinya semakin terbuka dan mendapatkan cahaya Islam, maka ia berarti telah memasuki Islam lewat petunjuk yang jelas.

Begitu juga tidak perlu ada paksaan untuk menetapi Al-Jama'ah yang Rahmatan lil alamin ini,karena syari'at itu sudah jelas datangnya dari Allah dan Rasul-Nya bukan dari Jama'ah Muslimin (Hizbullah) atau dari Wali Al Fattah.

Akan tetapi, barangsiapa yang masih tetap Allah butakan hati, pendengaran dan penglihatannya, maka tidak perlu ia dipaksa-paksa untuk memasuki Islam atau menetapi Jama'ah Muslimin,

Tidak ada manfaat jika masuk Islam atau beriltizam dalam Jama'ah Muslimin dalam keadaan terpaksa. Para ulama telah menyebutkan bahwa sebab turunnya ayat diatas adalah mengenai kaum Anshar. Namun maksud ayat ini adalah umum.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2: 250).

Cukup dengan sikap baik (ihsan) yang kita tunjukkan pada mereka membuat mereka tertarik pada Islam atau Jama'ah Muslimin tanpa harus memaksa. Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua ummat Islam yang sudah beriltizam didalam Jama'ah Muslimin (Hizbullah)